Aku memandang senja dari balik jendela kamar. Langit
berwarna keemasan, bersenyawa dengan ratusan warna yang membias muncrat
memenuhi mega. Senja kali ini muram,seperti kemarin dan kemarinnya lagi. Aku
tidak galau. Tidak juga rindu. Terlebih lagi gerimis. Entah kenapa akhir-akhir
ini aku hanya ingin menulis tentang banyak hal yang berbeda, berserak, untuk
kemudian menyatukannya meski aku sendiri tak mengerti. Rasanya melayang.
Seperti kupu-kupu bersayap elok yang terbang melintasi beranda, ranting
pepohonan, bubungan rumah, hingga menuju angkasa. Bebas. Tanpa sedikitpun
cemas. Seperti gerimis yang mampu membawa pelangi di senja hari, aku ingin
sekuat itu.
Hidup ini
mungkin seperti lembaran novel. Ada bagian yang ingin kucatat ulang untuk
kemudian kuhapalkan baris demi barisnya. Adapula bagian yang tak ingin kusentuh
sama sekali. Tiap-tiap bagian adalah sebuah karya. Tentunya bukan mahakarya
yang tak pernah ingin kau selesaikan bukan? Aku ingin mengukir jalanku. Ada banyak
hal yang menunggu untuk kau renungi, kau hadapi, juga kau raba kembali. Membaca
ulang tentang Dinda, Atra, ataupun sang inspirator yang takkan pernah kutemui
lagi di kemudian hari. Begitu pula dengan kisahmu hari ini. Hargailah sang
waktu, dan cintailah apa yang ada di hadapanmu meski kau tak ingin.
“Karena kamu suka hujan, menjadilah seperti ia.”
Pernahkah kau menulis tanpa rasa? Maka beginilah (mungkin)
yang saya maksud...hambar..tanpa saya pun mengerti apa yang saya tulis.. -____-
*penat*